Seri Blog IFII: Pemberdayaan perempuan melalui layanan keuangan digital inklusif

Posted on:
Authors:
Two women in line at bank
Photo: Pascalis PW | Shutterstock.com

Read this post in English.

Pemberdayaan perempuan merupakan salah satu tujuan penting layanan keuangan digital inklusif. Seringkali kebutuhan keuangan perempuan belum dapat dipenuhi oleh produk-produk keuangan yang ada, sehingga kendali mereka terhadap berbagai keputusan keuangan menjadi terbatas. Oleh karena itu, layanan dan produk keuangan yang secara spesifik dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan perempuan dapat membantu mereka memanfaatkan berbagai peluang yang ada dan membangun ketahanan finansial.

J-PAL SEA meluncurkan Inclusive Financial Innovation Initiative (IFII) untuk mendorong pelaksanaan evaluasi dampak terhadap program-program di sektor layanan keuangan digital. Hasil dari evaluasi dampak diharapkan dapat menjadi bukti ilmiah yang mendorong layanan keuangan digital yang lebih inklusif, termasuk layanan keuangan yang lebih memperhatikan aspek gender. Guna mencapai hal ini, IFII meluncurkan rangkaian blog yang menggali topik layanan keuangan digital yang inklusif terhadap kebutuhan perempuan. Blog pertama dalam seri ini merangkum pembelajaran dari Forum Learning Collaborative IFII dengan topik Pemberdayaan Ekonomi Perempuan dan Inklusi Keuangan. Forum ini diadakan pada 27 Mei 2021 lalu dan dihadiri oleh beragam organisasi yang terlibat dalam memajukan inklusi keuangan bagi perempuan.

Peran layanan keuangan digital (Digital Financial Service/DFS) sebagai sarana untuk mendukung pemberdayaan perempuan

Forum Learning Collaborative IFII meninjau beberapa bukti ilmiah yang ada mengenai hubungan antara akses layanan keuangan dengan pemberdayaan perempuan, serta membahas kondisi layanan keuangan di Indonesia.

Bagi perempuan di pedesaan, ketidaksetaraan gender merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kendala waktu dan mobilitas, yang pada akhirnya dapat menjadi hambatan dalam mengakses layanan keuangan. Penggunaan layanan keuangan digital (DFS) dapat membantu meringankan hambatan-hambatan tersebut. Sebagai contoh, studi menunjukkan bahwa DFS dapat membantu perempuan memperoleh akses layanan keuangan yang lebih mudah, aman, dan murah. Selain itu, DFS juga dapat memberi perempuan lebih banyak privasi dan kendali atas aset keuangan mereka. Hal ini memungkinkan perempuan untuk memiliki kuasa (agensi) yang lebih besar dalam menentukan pilihan dan membuat keputusan.

Di Indonesia, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perempuan dan laki-laki dalam hal kepemilikan rekening bank. Berdasarkan survei Financial Inclusion Insights (FII) SNKI 2020, sebanyak 61,6 persen perempuan dan 61,7 persen laki-laki telah memiliki rekening. Meskipun demikian, analisis data FII pada tahun 2020 menunjukkan bahwa laki-laki cenderung lebih siap untuk mengadopsi DFS dibandingkan perempuan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebanyak 56 persen dari laki-laki memiliki kesiapan digital, dibandingkan dengan hanya 50 persen dari perempuan yang siap. Kesiapan digital ini diukur dari kepemilikan smartphone dan kemampuan menggunakannya untuk mengunduh aplikasi dan menelusuri internet. Seiring dengan perkembangan DFS  di Indonesia, upaya untuk menutup kesenjangan ini perlu terus dilakukan agar manfaat DFS juga dapat dirasakan oleh perempuan. Di bawah ini, terdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan agar DFS dapat mendorong pemberdayaan perempuan.

Desain yang kontekstual dan berbasis kebutuhan adalah kunci untuk meningkatkan adopsi dan manfaat layanan keuangan bagi perempuan

Bukti dari sejumlah evaluasi acak menunjukkan bahwa dampak layanan keuangan terhadap kesejahteraan perempuan sangat bergantung pada konteks. Analisis lanjutan dari evaluasi di India, Ghana, dan Sri Lanka, menemukan bahwa manfaat dari akses kredit bagi perempuan lebih besar ketika mereka merupakan satu-satunya pemilik bisnis dalam keluarga. Di Uganda, digitalisasi fasilitas pinjaman mikro bagi perempuan berhasil meningkatkan keuntungan bisnis sebesar 15 persen, dan keuntungan lebih besar dirasakan oleh perempuan yang dituntut untuk membagi uang mereka dengan pasangannya. Di lain sisi, digitalisasi akses pinjaman mikro bagi kelompok perempuan di Filipina justru mengurangi tabungan rumah tangga dan meningkatkan ketergantungan pada pinjaman informal. Dalam kasus ini, digitalisasi juga memperlemah hubungan sosial antar peminjam, sehingga DFS dikhawatirkan dapat memperlemah modal sosial yang sebetulnya penting bagi kegiatan ekonomi perempuan.

Bukti dari beragam studi diatas menunjukkan bahwa desain layanan yang mengedepankan kebutuhan spesifik dan konteks sosial merupakan elemen penting dalam meningkatkan manfaat DFS bagi perempuan. Maka dari itu, sangat penting untuk memperhatikan siapa sasaran pengguna DFS (misalnya, pemilik usaha mikro perempuan) dan kebutuhan spesifik mereka, guna memahami fitur seperti apa yang akan dibutuhkan.

Sumber pendapatan dan prioritas keuangan seorang perempuan dapat mempengaruhi jenis layanan keuangan yang dibutuhkan

Selain meninjau berbagai bukti, para peserta forum Learning Collaborative juga berdiskusi mengenai kebutuhan, solusi desain, dan pertanyaan kebijakan yang berguna untuk meningkatkan manfaat DFS bagi perempuan. Diskusi dilakukan berdasarkan tiga persona perempuan Indonesia: pengusaha UMKM, perempuan rumah tangga yang tidak memiliki rekening bank, dan pekerja musiman/informal.

Berikut adalah rangkuman pembelajaran dari hasil diskusi:

Pada umumnya, perempuan yang tidak terlibat dalam kegiatan pencarian nafkah bertanggung jawab untuk mengelola penghasilan suaminya, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun jangka panjang seperti pendidikan anak, kesehatan, dan asuransi terhadap bencana. Dengan demikian, salah satu cara untuk meningkatkan akses dan adopsi DFS adalah dengan merancang produk yang dapat membantu pengelolaan keuangan rumah tangga. Selain itu, perlu dipastikan juga bahwa perempuan memahami cara penggunaan dan manfaat dari DFS agar dapat mencapai tujuan keuangan rumah tangga.

Perempuan yang terlibat dalam kegiatan pencarian nafkah, seperti pengusaha UMKM, cenderung mengalokasikan sebagian dari pendapatan usahanya untuk konsumsi rumah tangga. Kebutuhan ini dapat difasilitasi oleh DFS dengan merancang produk yang dapat mengelola keuangan rumah tangga sekaligus keuangan usaha.

Sedangkan, perempuan pekerja musiman/informal biasanya memiliki kebutuhan finansial yang mendesak untuk keluarganya di kampung halaman, dikarenakan mayoritas dari mereka berasal dari daerah pedesaan. Dalam konteks ini, DFS dapat membantu mereka untuk mengakses dan mengelola keuangan di manapun dan kapanpun. Di samping itu, pengalihan pembayaran upah melalui DFS akan dapat mendorong mereka untuk menabung dan bertransaksi melalui DFS.

Edukasi dan desain produk keuangan digital yang menyasar perempuan

Meskipun perempuan memiliki kebutuhan keuangan yang beragam, rendahnya literasi keuangan, kemampuan, dan kesiapan digital masih menghambat perempuan untuk mengadopsi DFS, terutama bagi mereka yang tinggal di pedesaan dan berpenghasilan rendah. Hal ini menunjukkan perlunya edukasi keuangan digital dan fitur DFS yang menyasar kelompok perempuan tersebut.

Selain itu, ada beberapa pertanyaan yang perlu dikaji lebih lanjut agar DFS dapat mendorong pemberdayaan perempuan, antara lain:

  • Bagaimana penyedia layanan dapat meningkatkan akses DFS bagi perempuan dan pengetahuan tentang DFS diantara perempuan?
  • Bagaimana penyedia layanan dapat menyesuaikan rancangan DFS untuk perempuan yang sebelumnya tidak memiliki rekening, dan menyesuaikan rancangan DFS dengan kebutuhan perempuan pada umumnya?
  • Fitur DFS seperti apa yang dapat membantu perempuan meningkatkan kemampuan digital mereka?
  • Bagaimana kita dapat memanfaatkan institusi yang ada di masyarakat dengan lebih baik untuk membantu perempuan mengadopsi DFS?
  • Dapatkah DFS mengubah norma gender di dalam dan di luar rumah tangga?
  • Bagaimana kita dapat membantu penyedia layanan keuangan mengukur dampak produk mereka terhadap pemberdayaan perempuan?

IFII bertujuan untuk memastikan layanan keuangan digital dapat mendorong pembangunan ekonomi sekaligus memberdayakan komunitas-komunitas marjinal, termasuk perempuan dan masyarakat berpendapatan rendah. Forum Learning Collaborative IFII membantu J-PAL dan pemangku kepentingan lainnya untuk belajar bersama dari bukti ilmiah, berbagi saran untuk kebijakan, mendiskusikan pertanyaan terbuka, serta bertukar pikiran dalam tujuan memajukan pemberdayaan ekonomi perempuan melalui inklusi keuangan. Untuk terlibat dalam forum Learning Collaborative IFII selanjutnya, hubungi [email protected].

Read the second blog in the series (English) (Bahasa Indonesia).

Authored By